4 Fakta Petani Tembakau ke Kantor Sri Mulyani Minta Cukai Batal Naik

4 Fakta Petani Tembakau ke Kantor Sri Mulyani Minta Cukai Batal Naik

portal-rakyat.com – Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) melakukan unjuk rasa di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pagi tadi. Ada beberapa tuntutan yang disampaikan salah satunya meminta dibatalkan kenaikan Cukai Hasil Tembakau (CHT) sebesar 10% pada 2023 dan 2024.

Perwakilan APTI diterima Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo, Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Heru Pambudi, Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan Nirwala Dwi Heryanto, serta Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Yohanes Joko. Pertemuan berlangsung dari pukul 09.30-11.30 WIB.

Dikarenakan berbagai tuntutan yang disampaikan petani tembakau tidak hanya melibatkan Kemenkeu, akan dilakukan rapat lanjutan oleh KSP guna membicarakan aspirasi yang disampaikan petani tembakau.

“Aspirasi tadi kami catat karena sebagian tanggung jawab Kemenkeu, tetapi sebagian ada tanggung jawab kementerian yang lain. Supaya aspirasi didengarkan secara menyeluruh, akan diundang rapat lanjutan oleh KSP langsung konkret,” kata Heru, Senin (28/11/2022).

Rencananya rapat lanjutan difasilitasi KSP pada minggu depan bersama Kemenkeu, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Ketenagakerjaan. Pertemuan itu turut mengundang perwakilan ketua asosiasi APTI dari berbagai daerah.

Berikut sederet fakta tuntutannya:

Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional APTI Agus Parmuji mengatakan ada empat tuntutan yang dibawanya untuk mewakili 3,1 juta petani tembakau. Pertama, meminta dibatalkan kenaikan CHT sebesar 10% pada 2023 dan 2024.

“Cukai jangan dinaikkan secara berturut-turut. Ideal kami (naik) maksimal 5% lah karena kami sudah dihantam,” ujarnya.

Agus berujar kenaikan CHT setiap tahunnya berpengaruh terhadap penyerapan tembakau lokal yang membuat harga terus melemah. Dia menyebut penurunan harga tembakau akibat kenaikan cukai sejak 2019 sudah terjadi sebesar 40%.

“Harga tembakau rata-rata Rp 60 ribu/kg, harusnya Rp 90 ribu-100 ribu untuk grade D. Kalau grade A sekitar Rp 110 ribu-120 ribu. Penurunan ini akan memperlambat sebuah sistem ekonomi budaya di desa,” ucapnya.

Tuntutan kedua, petani tembakau meminta importasi tembakau diatur ketat. Agus menyebut saat ini impor tembakau sudah melebihi ambang batas 50%.

“Menurut data yang kami terima bahwa impor tembakau dari luar negeri sudah diambang batas kedaulatan 50% lebih dari produksi nasional sehingga ini perlu diatur sangat ketat agar rakyat Indonesia bisa merdeka di negeri sendiri,” tuturnya.

Tuntutan ketiga, meminta subsidi pupuk tembakau terus diberikan. Agus menyayangkan adanya kebijakan penghentian subsidi, padahal apa yang dilakukan petani tembakau ikut memberikan manfaat buat pemasukan negara.

“Kita udah sakit tapi yang menambah sakit lagi adalah dicabutnya subsidi pupuk untuk petani tembakau khususnya ZA,” imbuhnya.

Tuntutan keempat, meminta dibatasinya keberadaan rokok elektrik yang membuat petani tembakau jadi tergerus. Hal itu disebut harus dilakukan demi melindungi kedaulatan petani lokal.

“Selama ini di samping tembakau impor menghantam negeri yang kita cintai ini, petani tembakau mulai tergerus dengan maraknya rokok yang tidak menggunakan bahan baku tembakau, petani lokal. Contoh rokok-rokok yang pakai listrik itu kan tidak menyerap petani tembakau lokal. Harus ada pengendalian produk tersebut,” tandasnya.

error: Content is protected !!