Bakal Memutih Lagi, Jalan Veteran Gresik Tutup Dua Hari

Bakal Memutih Lagi, Jalan Veteran Gresik Tutup Dua Hari

JawaPos.com- Jalan-jalan protokol Kota Gresik bakal kembali memutih. Tumpah ruah oleh pengunjung dari berbagai daerah. Puluhan ribu jamaah diperkirakan hadir. Mereka mengikuti haul akbar. Juga, menyambut Tahun Baru 1 Muharram dan Maulidur Rasul. Karena gawe besar itu, Jalan Veteran pun ditutup selama dua hari. Yakni, Sabtu-Minggu, 30-31 Juli 2022.

Haul akbar tersebut memang rutin. Digelar setiap tahun. Penyelenggaranya Jamaah Zikir Al Khidmah. Lokasinya di sepanjang Jalan Veteran. Pemilihan tempat itu karena pertimbangan jumlah jamaah. Yang datang begitu banyak. Kabarnya, dulu pernah digelar di stadion. Namun, tidak dapat menampung pengunjung.

Imbas pandemi, dua tahun haul akbar itu tidak tergelar. Nah, seiring kondisi telah melandai, tahun ini digelar lagi. Karena itu, jamaah yang hadir diperkirakan makin banyak. Jamaah merindu unruk berzikir bersama-sama. Sosisaliasi penutupan jalan nasional itu sudah dilakukan jauh-jauh hari. Termasuk oleh Satlantas Polres Gresik.

Dengan begitu, pengguna jalan dapat memakluminya. Lalu, mencari jalur alternatif. Dari arah Surabaya yang hendak masuk ke Kota Gresik melalui Jalan Veteran, bisa ke kiri melalui Jalan Mayjen Sungkono. Atau, belok kanan ke Jalan Darmo Sugondo. Begitu juga dari arah sebaliknya. Pengendara roda empat dari Gresik yang hendak ke Surabaya bisa langsung naik ke tol Kebomas.

Pelaksanaan haul akbar itu memang baru digelar pada Minggu (31/7) pagi. Panggung besarnya di depan Wisma A. Yani. Namun, seperti tahun-tahun sebelumnya, penutupan Jalan Veteran itu sudah dilakukan sejak Sabtu (30/7). ’’Proses persiapan akan terus dimatangkan bersama pihak penyelenggara dan dinas terkait. Khususnya menentukan titik parkir insidentil’’ kata Kasatlantas Polres Gresik AKP Agung Fitriansyah.

Terdapat 15 pos pengamanan yang akan tersebar di beberapa titik. Tujuannya, mengatur arus lalu lintas dan titik parkir kendaraan jamaah. Mulai dari roda dua, roda empat dan kendaraan jenis bus. Upaya itu dilakukan mengantisipasi kedatangan jamaah yang membeeudak. “Diperkirakan jamaah mulai berdatangan sejak Jumat (besok, 29/7),” jelas Agung.

Selama rangkaian acara, para jamaah diharapkan mengikuti seluruh kegiatan dengan tertib. Khususnya, menerapkan prokotol kesehatan Covid-19. “Demi kelancaran bersama dan menjaga Kamtibmas Gresik,” tandas Agung.

Untuk diketahui, Kabupaten Gresik juga dikenal sebagai ’’kota haul’’. Ada begitu banyak tradisi haul di banyak tempat pula. Namun, dua di antara yang terbesar adalah haul akbar yang digelar Jamaah Al Khidmah dan Haul Habib Abu Bakar Assegaf, yang tergelar pada 15-16 Juli 2022 lalu. Beliau juga merupakan ulama besar yang lahir pada 1869. Makam Habib Abu Bakar Assegaf di kompleks Masjdi Jamik Gresik.

Denah haul akbar di Jalan Veteran Gresik, Minggu, 31 Juli 2022. (Satlantas Porles Gresik)

Jamaah Orong-orong dan Sosok KH Achmad Asrori Al Ishaqy

Jamaah Al Khidmah dan tradisi haul akbar tidak lepas dari sosok KH Achmad Asrori Al Ishaqy. Kiai Asrori merupakan putra keempat dari sepuluh bersaudara. Lahir di Surabaya, 17 Agustus 1951. Putra dari KH Muhammad Utsman Al Ishaqy dan Nyai Hj Siti Qomariyah.

Al Ishaqy adalah gelar yang dinisbatkan kepada Maulana Ishaq, ayah dari Sunan Giri. Sebab, Kiai Utsman adalah keturunan ke-14 dari Sunan Giri. Dari jalur ibu, silsilah atau nasab Kiai Asrori bersambung dengan Sunan Gunung Jati, Cirebon.

Dikutip dari literasi Al Fithrah, tanda-tanda Kiai Asrori akan menjadi seorang tokoh panutan sudah tampak sejak muda. Setelah menuntut ilmu di beberapa pondok pesantren, Kiai Asrori muda memilih berdakwah kepada pemuda jalanan. Metode dakwahnya unik. Mengikuti hobi anak-anak jalanan seperti bermain musik, nongkrong, dan sejeninya.

Anak-anak muda itupun sedikit demi sedikit bisa menerima ilmu yang diselipkan Kiai Asrori. Melalui obrolan yang ringan ketika sedang berkumpul. Beliau tak langsung melarang aktivitas-aktivitas yang dirasa kurang produktif. Namun, hal itu justru dijadikannya menjadi pintu masuk untuk mulai mendakwahi dan membimbing mereka.

Seiring dengan terus berjalannya waktu, semakin lama semakin banyak pula pemuda yang tertarik. Hingga akhirnya, Kiai Asrori mengajak mereka untuk mengadakan majelis manaqiban dan pengajian di Gresik. Majelis kali pertama dilaksanakan di kampung Bedilan. Majelis ini diisi pembacaan Manaqib Syaikh Abdul Qodir Al Jailany, pembacaan Maulid, dan tanya jawab keagamaan.

Awalnya, majelis tersebut diberi nama Jamaah Karunia Cahaya Agung (Kaca). Namun, agar lebih familiar, Kiai Asrori menyebut anggota jamaahnya itu dengan Orong-Orong. Secara harfiah, Orong-Orong adalah binatang melata yang biasa keluar saat malam hari. Secara filosofis, penyebutan nama semacam ini disesuaikan perilaku anak-anak muda pengikutnya yang rata-rata memang mempunyai kebiasaan keluar pada waktu malam.

Dalam perkembangannya, nama Orong-Orong kemudian menjadi lebih terkenal dibandingkan dengan nama Kaca. Dan jamaah Orong-Orong inilah yang kelak menjadi embrio dari lahirnya jamaah Al Khidmah. Yang kini telah menyebar di banyak daerah di Indonesia. Majelis-majelis Kiai Asrori bersifat inklusif. Terbuka untuk siapa saja dan dari kelompok manapun.

Pada 1983, Kiai Asrori mendirikan musala di Kelurahan Tanah Kali Kedinding. Dalam perkembangannya, ternyata banyak warga sekitar yang antusias. Tertarik untuk memondokkan anak-anak mereka di kediaman baru Kiai Asrori tersebut. Akhirnya, beliau mendirikan masjid dan pondok pesantren, yang kemudian diberi nama Pondok Pesantren (Ponpes) Assalafi Al Fithrah.

Kiai Asrori muda hanya mengenyam pendidikan formal sampai kelas tiga sekolah tingkat dasar. Selanjutnya, menimba ilmu di ponpes. Pada 1966, yang kali pertama kali menjadi tempat belajar adalah Ponpes Darul Ulum, Peterongan, Jombang, dengan pengasuh KH Mustain Romly, yang juga  mursyid tarekat Qadiriyyah wan Naqsyabandiyyah.

Setelah nyantri di Peterongan, Kiai Asrori melanjutkan ke Ponpes Al Hidayah di Tretek, Pare, Kediri, yang diasuh KH Juwaini bin Nuh. Di pesantren ini, kitab-kitab yang didalami kebanyakan adalah kitab tentang tasawuf dan hadis. Di antaranya kitab Ihya Ulumiddin karya Imam Ghazali dan Sahih Bukhari.

Selepas dari Kediri, Kiai Asrori belajar ke Ponpes Al Munawwir, Krapyak, Jogjakarta, di bawah asuhan KH Ali Ma’shum. Di pesantren ini, hanya beberapa bulan saja. Selanjutnya, belajar di salah satu pesantren di Buntet, Cirebon, yang diasuh KH Abdullah Abbas.

Di Ponpes As Salafi Al Fithrah yang didirikan, tak kurang dari 2.000 santri putra-putri yang mukim, dan 1.200 santri yang mengaji pulang-pergi. Lembaga pendidikan formal di pesantren ini tersedia lengkap. Mulai tingkat kanak-kanak sampai perguruan tinggi. Sedangkan, pendidikan nonformal pada malam hari, ada TPQ dan madrasah diniyah.

Didasari atas kesadaran bahwa manusia tidak akan hidup selamanya, Kiai Asrori berfikir jauh demi keberlangsungan pembinaan jamaah yang jumlahnya telah mencapai ratusan ribu orang. Karena itu, dibentuk organisasi keagamaan bernama Jamaah Al Khidmah. Organisasi ini dideklarasikan secara resmi pada 25 Desember 2005, di Semarang, Jawa Tengah.

Sepeninggal Kiai Asrori, Jamaah Al Khidmah hingga kini masih terus eksis dalam menyelenggarakan majelis-majelis zikir. Bahkan, terus bertumbuh dan berkembang pesat. Tidak hanya di kabupaten/kota di Indonesia. Namun, juga di luar negeri. Di antaranya, di Malaysia, Thailand, Singapura, Belgia dan Arab Saudi.

Kiai Asrori wafat pada 18 Agustus 2009, tepatnya hari Selasa, sekitar pukul 02.00 WIB atau 26 Syaban 1430 H di usia 58 tahun. Beliau dimakamkan di masjid lama kompleks area Ponpes Assalafi Al Fithrah, Tanah Kali Kedinding, Kenjeran, Surabaya.


Artikel ini bersumber dari www.jawapos.com.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!