News  

Sepak Terjang Djoko Pekik, Pelukis ‘Berburu Celeng’ yang Dihargai Rp1 M Meninggal Dunia

Sepak Terjang Djoko Pekik, Pelukis ‘Berburu Celeng’ yang Dihargai Rp1 M Meninggal Dunia

Suara.com – Pelukis senior Djoko Pekik meninggal dunia pada usia 86 tahun pada hari Sabtu (12/8/2023). Kabar meninggalnya Djoko Pekik dibagikan oleh sang anak Petrus Gogor Bangsa melalui pesan berantai WhatsApp. 

Disebutkan bahwa Djoko Pekik menghembuskan napas terakhirnya di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta sekitar pukul 08:19 WIB. Simak profil dan sepak terjang pelukis Djoko Pekik berikut ini.

Profil Djoko Pekik

Djoko Pekik lahir di Grobogan, Purwodadi, Jawa Tengah pada 2 Januari 1937 dari keluarga petani. Pada awalnya dia ingin menjadi seorang kepala desa yang memiliki seperangkat gamelan. Namun berkat bakat melukisnya, Djoko Pekik justru menjadi seniman lukis Indonesia yang sangat terkenal. 

Baca Juga:Wafat di RS Panti Rapih Yogyakarta, Ini Kiprah Seniman Djoko Pekik yang Pernah jadi Tahanan Politik

Pendidikan yang didapatkan Djoko Pekik tidak berjalan lancar, dia bahkan tidak lulus sekolah dasar. Walau begitu Djoko Pekik terus belajar dan berkembang hingga meneruskan pendidikan di Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) di Yogyakarta.

Sepak Terjang Djoko Pekik

Djoko Pekik pernah bergabung dengan Lembaga Kebudayaan Rakyat (lekra) yakni sebuah lembaga kesenian yang berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Bersama Lekra, dia menjadi pelukis yang fokus pada sosial kerakyatan dengan menolak segala bentuk kapitalisme.

Pada tahun 1961, Djoko Pekik aktif dalam organisasi seni kiri bernama Sanggar Bumi Tarung”. Dengan bergabungnya bersama Sanggar Bumi Tarung, bakat seni Djoko Pekik semakin terasah. 

Bahkan gaya lukisan Djoko Pekik yang realis diperoleh dari pengalamannya saat aktif di organisasi kesenian milik Lekra itu. Sebelum tahun 1965, dia tercatat pernah beberapa kali menggelar pameran lukisannya di Jakarta.

Baca Juga:Djoko Pekik, Seniman Berburu Celeng Rp 1 Miliar Meninggal Dunia di Usia 86 Tahun

Djoko Pekik Ditangkap dan Dipenjara

Setelah pecah peristiwa G30S pada 1965, Djoko Pekik yang aktif di Lekra kemudian ditangkap. Hal itu akibat dari pembersihan orang-orang, simpatisan dan lembaga yang berafiliasi dengan PKI yang dianggap sebagai dalang peristiwa G30S.

Bukan hanya Djoko Pekik, banyak anggota Sanggar Bumi Tarung yang juga ditangkap oleh aparat. Pada akhirnya sanggar itu pun dibubarkan pada masa Orde Baru. 

Djoko Pekik ditangkap kemudian ditahan mulai 8 November 1965 di penjara Wirogunan. Dia baru dibebaskan pada 1970-an, setelah 7 tahun dipenjara. Setelah bebas dari bui, Djoko Pekik sempat vakum melukis dan bekerja serabutan tapi jiwa melukisnya tak pernah mati.

Karya Djoko Pekik

Baru sekitar tahun 1990-an, Djoko Pekik mulai aktif melakukan pameraan. Bahkan dia pernah mengikuti pameran Internasional yang diselenggarakan di Amerika Serikat tahun 1989. Banyak orang-orang dari dalam maupun luar negeri mengagumi karya Djoko Pekik.

Aliran lukis Djoko Pekik adalah realis-ekspresif yang dibumbui dengan nilai-nilai kerakyatan. Karya lukisannya banyak memuat kritik terhadap kondisi sosial dan politik di Indonesia. 

Salah satu karya Djoko Pekik yang terkenal adalah lukisan berjudul “Berburu Celeng” yang dibuat pada tahun 1998. Bahkan lukisan yang dianggap sebagai gambaran keadaan pemimpin Indonesia pada era Orde Baru itu dihargai sekitar Rp 1 Miliar. Walau banyak yang menafsirkan lukisannya, Djoko Pekik hanya mengatakan lukisan itu sebagai simbol “Keserakahan”.

Karya lain dari Djoko Petik adalah lukisan berjudul Demit 2000  yang dibuat tahun 2001. Lukisan itu menggambarkan figur penguasa yang sedang mengungkapkan ekspresi marahnya dengan mata melotot dan mulut menganga sambil memegang pelantang suara. Di latar belakangnya berdiri orang yang seolah mengikuti koor dari karakter deformasi wayang tersebut.

Djoko Pekik menggelar pameran tunggal yang berjudul “Jaman Edan Kesurupan” pada tahun 2013 lalu. Dalam pameran itu, dia menampilkan 28 lukisan dan 3 patung karyanya antara periode 1964-2013. 

Kontributor : Trias Rohmadoni

Artikel ini bersumber dari www.suara.com.

error: Content is protected !!