KPK Dalami Proses Pengajuan Izin Summarecon Agung di Yogyakarta

KPK Dalami Proses Pengajuan Izin Summarecon Agung di Yogyakarta

Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa empat saksi pada Senin, 11 Juli 2022. Mereka diminta memberikan informasi terkait dugaan suap pengurusan perizinan di Yogyakarta.
 
“Tim penyidik terus melakukan pendalaman antara lain masih terkait dengan adanya pembahasan internal di PT SA (Summarecon Agung) Tbk dalam mengajukan permohonan izin apartemen ke Pemkot Yogyakarta,” kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Selasa, 12 Juli 2022.
 
Keempat saksi itu, yakni Permit Manager PT Summarecon Agung, Dwi Putranto Setyaning JP; Direktur Proyek PT Summarecon Agung, Jason Lim; Head of Finance and Accounting Summarecon Property Development, Dony Wirawan; dan staf akunting PT Summarecon Agung, Marthin.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Ali enggan memerinci lebih lanjut pertanyaan penyidik ke para saksi. Lembaga Antikorupsi itu juga mendalami aliran uang untuk mantan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti.
 
“Juga dikonfirmasi lebih lanjut terkait dugaan aliran uang untuk tersangka HS (Haryadi Suyuti),” ujar Ali.
 
Haryadi Suyuti ditetapkan sebagai tersangka penerima suap bersama Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta, Nurwidhihartana (NWH); dan Sekretaris Pribadi merangkap ajudan Haryadi, Triyanto Budi Yuwono (TBY). Sedangkan, tersangka pemberi, yakni Vice President Real Estate PT Summarecon Agung Tbk (SA), Oon Nusihono (ON).
 

Haryadi menerima USD27.258 dari Oon melalui Nurwidhihartana dan Triyanto sebagai imbalan menerbitkan IMB Apartemen Royal Kedhaton yang berada di kawasan Malioboro, Daerah Istimewa Yogyakarta. Fulus itu diamankan dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Kamis, 2 Juni 2022.
 
KPK juga mengungkap Haryadi menerima minimal Rp50 juta dalam rangkaian proses penerbitan IMB apartemen Royal Kedathon. Namun, KPK belum mengungkap total uang yang diterima Haryadi.
 
Haryadi, Nurwidhihartana, dan Triyanto disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
 
Sedangkan, Oon disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
 

(JMS)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!