Bukan Pesimistis, Cuma Realistis

Bukan Pesimistis, Cuma Realistis

KONGRES luar biasa (KLB) PSSI tuntas dilaksanakan Kamis (16/2) lalu. Erick Thohir terpilih sebagai ketua umum PSSI periode 2023–2027. Posisi wakil ketua umum ditempati Menpora Zainudin Amali dan mantan Sekjen PSSI Ratu Tisha. Selain itu, terpilih 12 anggota exco baru yang dihuni wajah-wajah lama. Mereka diharapkan bisa memimpin federasi dengan baik dan benar agar sepak bola Indonesia berprestasi.

Banyak drama yang terjadi selama kongres yang dilaksanakan di Hotel Shangri-La, Jakarta, itu. Yang paling menyita perhatian adalah pengulangan pemilihan wakil ketua umum. Karena diduga ada rekayasa. Dalam pemilihan, Zainudin Amali mendapatkan 66 suara, Yunus Nusi 63 suara, dan Ratu Tisha yang dari awal banyak yang menjagokan dan disebut-sebut ’’dilamar’’ ketua umum terpilih Erick Thohir untuk menjadi salah satu wakilnya malah tersingkir setelah hanya mendapatkan 41 suara.

Tak pelak hasil itu memicu kecurigaan dari peserta kongres. Terutama pendukung Tisha. Juga pendukung beberapa calon lainnya yang merasa telah membuat pilihan tapi nama yang dipilih tidak muncul saat penghitungan. Di antaranya perwakilan Asprov PSSI DIJ. Mereka tidak terima nama Ketua Asprov PSSI DIJ Ahmad Syauqi Suratno yang menjadi calon wakil ketua umum dan nyata-nyata sudah dicoblos tidak muncul dalam penghitungan.

KLB PSSI dilakukan tertutup. Tidak boleh ada media dalam ruangan. Sumber Jawa Pos mengungkapkan, ada drama lain yang sempat terjadi setelah Zainudin Amali dan Yunus Nusi terpilih sebagai wakil ketua umum. Yaitu, peserta kongres mempersoalkan kotak suara yang ’’hilang” setelah penghitungan suara. Diduga ada yang mencoba sengaja ’’menghilangkan”.

Setelah melewati perdebatan panas, pemilihan ulang wakil ketua umum akhirnya dilakukan. Dan, saat penghitungan, perwakilan FIFA dilibatkan sebagai saksi. Hasilnya, Ratu Tisha yang pada pemilihan pertama tersingkir berbalik mendapatkan suara terbanyak: 54 suara, disusul Yunus Nusi 53 suara, dan Menpora terpental karena hanya mendapatkan 44 suara.

Peserta kongres lagi-lagi terkejut. Bagaimana mungkin Menpora dikalahkan oleh Yunus Nusi. Tak berselang lama setelah dinyatakan kalah, Zainudin Amali keluar dari ruangan kongres. Dia ditemani beberapa timsesnya. Tampak di belakang Menpora wakil ketua umum sebelumnya, Iwan Budianto, menyertai.

Pria yang akrab disapa IB itu terlihat membisikkan sesuatu ke Zainudin Amali. Drama susulan tak lama kemudian terjadi. Yunus Nusi yang terpilih tiba-tiba menyatakan mengundurkan diri. Zaunudin Amali kemudian menggantikan posisi pria yang masih menjabat Sekjen PSSI itu.

Di luar drama-drama tersebut, seperti kongres yang sudah-sudah, isu ’’wani piro” mewarnai KLB kali ini. Saat agenda penutupan kongres dan media sudah bisa masuk ruangan, kolega dari wartawan koran ini yang ikut kontestasi tiba-tiba menyambut dengan kalimat, ’’Saya ndak ada yang milih, Mas. Karena saya ndak punya modal.”

Beberapa sumber koran ini mengungkapkan, satu suara posisi Exco PSSI di KLB kemarin dibanderol Rp 10 juta–Rp 25 juta. Memakai format 50 plus satu, jika KLB diikuti 87 voter, untuk menjadi Exco PSSI dibutuhkan minimal 44 suara.

Jika apa yang disampaikan oleh para kolega itu benar adanya, tidak mengherankan jika para kandidat yang punya kompetensi dan betul-betul punya tekad besar untuk memajukan sepak bola Indonesia akhirnya tidak terpilih. Dan, lagi-lagi patah hati pada dunia sepak bola negeri ini. Masih berharap sepak bola Indonesia berprestasi? (*)


*) M. ALI MAHRUS, Editor Halaman Liga Indonesia

Artikel ini bersumber dari www.jawapos.com.

error: Content is protected !!