6 Lembaga Negara Dorong Lahirnya Mekanisme Pencegahan Penyiksaan di Indonesia

6 Lembaga Negara Dorong Lahirnya Mekanisme Pencegahan Penyiksaan di Indonesia

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sebanyak enam lembaga negara yang yang tergabung dalam Kerjasama untuk Pencegahan Penyiksaan (KuPP) mendorong lahirnya mekanisme pencegahan penyiksaan di Indonesia.

Keenam lembaga tersebut yakni Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Ombudsman RI (ORI) dan Komisi Nasional Disabilitas (KND).

KuPP menyatakan prihatin dan peduli pada korban-korban penyiksaan dan perbuatan tak manusiawi dan semena-mena lainnya yang terus terjadi di era reformasi ini.

Baca juga: Komnas HAM Catat 1.774 Aduan Terkait Penyiksaan Aparat Aparat Negara dalam 2 Tahun Terakhir

Berbagai pengaduan langsung, temuan penelitian KuPP, dan temuan Tim Pemantauan KuPP saat visitasi serta pemberitaan luas media massa menunjukan bahwa praktik perbuatan kejam semena-mena termasuk penyiksaan dan kekerasan seksual banyak dilakukan oleh aparat penegak hukum atau yang berkaitan dengannya.

Hal tersebut disampaikannya saat konferensi pers terkait Hari Internasional Menentang Penyiksaan di kantor Komnas HAM RI Jakarta pada Senin (26/6/2023).

“KuPP mendorong lahirnya Mekanisme Pencegahan Penyiksaan di Indonesia, termasuk dengan meratifikasi Protokol Opsional dari Konvensi Menentang Penyiksaan, Penghukuman, dan Perlakuan Kejam atau Tidak Manusiawi Lainnya,” kata Anggota KND Fatimah Asri Mutmainah.

Ratifikasi protokol opsional tersebut, kata dia, akan memperkuat mekanisme nasional untuk pencegahan penyiksaan.

Selain itu, kata dia, juga untuk meneguhkan komitmen negara bagi pemenuhan hak konstitusional untuk bebas dari penyiksaan sebagai hak yang tidak dapat dikurangi dalam kondisi apa pun. 

Baca juga: Komnas Perempuan Belum Terima Laporan Dugaan Kekerasan Seksual di Pondok Pesantren Al Zaytun

“KuPP juga hendak mengingatkan pemerintah untuk membuat laporan periodik pelaksanaan konvensi CAT yang tertunda sejak tahun 2012 (laporan Indonesia terakhir di tahun 2008),” kata Fatimah.

Wakil Ketua LPSK Susilaningtias mengatakan KuPP mengapresiasi keterbukaan dan transparansi dari berbagai instansi yang berwenang dalam upaya-upaya melakukan perbaikan substansial untuk mencegah dan menghindari berulangnya tindakan yang bertentangan dengan kehidupan yang berkeadaban dan dikutuk masyarakat internasional tersebut.

KuPP, kata dia, juga mengajak masyarakat sipil untuk bersama-sama mengambil langkahlangkah yang diperlukan guna menghentikan praktik-praktik tersebut.

“Termasuk yang berlangsung di tengah-tengah masyarakat atas nama tradisi, budaya bahkan agama untuk hidup bersama tanpa penyiksaan,” kata dia.

Amggota KPAI Dian Sasmita mengatakan KuPP yang telah diinisiasi sejak tahun 2016 berkomitmen untuk mencegah penyiksaan dengan berbagai kegiatan.

Kegiatan tersebut, kata Dian, di antaranya pemantauan lapas/rutan, kantor Kepolisian, Rudenim dan Rumah Aman bagi pengungsi, riset, pengembangan kesadaran publik maupun peningkatan kapasitas pejabat pemerintah, serta melakukan dialog konstruktif dengan berbagai kementrian dan lembaga. 

Dimotori oleh Komnas Perempuan, lanjut Dian, KuPP bekerja sama dengan sejumlah lembaga masyarakat sipil juga tengah menyiapkan laporan berkaitan dengan 25 tahun pelaksanaan Konvensi Menentang Penyiksaan, termasuk akan melakukan Dengar Keterangan Umum bagi korban dan pendamping korban penyiksaan atau perbuatan kejam semena-mena lainnya.

“Serta kampanye menghentikan tindak penyiksaan dengan tema Stop Penyiksaan: Kenali dan Cegah Penyiksaan,” kata Dian.


Artikel ini bersumber dari www.tribunnews.com.

error: Content is protected !!
Exit mobile version