News  

Diancam Senjata Artileri Israel, Mendarat di Atas Tebing

Diancam Senjata Artileri Israel, Mendarat di Atas Tebing

JawaPos.com – Jantung Mayor Laut (P) Sutrisno berdetak lebih kencang. Tim Air Traffic Controller (ATC) Israel memberikan peringatan kepadanya karena melanggar batas wilayah. Senjata artileri mereka pun siap diluncurkan ke helikopter Bolkow yang dipilotinya.

’’Saat ada peringatan itu, saya langsung balik,’’ ucapnya saat ditemui Selasa (21/2). Pengalaman menegangkan tersebut tak hanya dialami sekali. Bahkan, ketika harus kembali dari tengah laut dengan jangkauan di luar radar, hal serupa pun terjadi. Cerita itu dialami Sutrisno pada 2015. Tepatnya saat menjadi pasukan perdamaian di Lebanon.

Mengudara di atas laut sudah biasa bagi laki-laki 38 tahun itu. Sebab, helikopter yang diawaki selalu stand by di KRI. Tapi, pengalaman berbeda dirasakan saat terbang dari Beirut ke base camp United Nations Interim Force in Lebanon (UNIFIL) di Naqoura. Sebab, dia menerbangkan heli di atas permukiman daerah konflik.

Komandan Skuadron 400 Wing Udara 2 Puspenerbal itu menuturkan, penerbangan awal berjalan mulus. Namun, kegiatan tes flight tersebut berubah jadi genting saat headset-nya mendapat peringatan dari petugas ATC. Dia diminta segera keluar dari batas Israel. Yang bikin deg-degan, ancaman senjata artileri siap diluncurkan.

Ada beberapa hal yang diwaspadai saat bertugas di daerah konflik seperti Timur Tengah. Helikopter atau pesawat dari pasukan UNIFIL tidak bisa terbang sembarangan. Termasuk saat melintas di atas camp Palestina.

Sebab, mereka tidak akan melihat asal helikopter atau pesawat. Suara gemuruh mesin di udara bisa dianggap sebagai ancaman. Rocket propelled grenade (RPG) atau granat berpeluncur roket bisa ditembakkan.

Pria asal Pati itu pernah melakukan misi uji coba radar KRI Bung Tomo di Lebanon. Dengan membawa helikopter Bolkow, dia mengetes seberapa jauh radar berfungsi. Waktu itu, dia terbang sejauh 85 kilometer dengan ketinggian 3 ribu kaki.

Radar sudah tidak mendeteksi keberadaannya. ’’Baliknya (ke KRI) yang deg-degan,’’ ucapnya. Pada posisi seperti itu, KRI terlihat sangat kecil. Jika salah mendarat, akibatnya bisa fatal.

Pengalaman menegangkan juga pernah dialami saat bertugas di Karangasem, Bali. Penerbang yang akrab disapa Trisno itu membawa penumpang VVIP. Yang membuat waswas, tempat pendaratan berada di atas tebing. ’

’Kalau landing di atas KRI sambil jalan sudah biasa. Itu di tebing,’’ kata laki-laki yang menjadi pilot sejak 2010 itu.

Dalam perjalanan balik, dia juga mengalami turbulence. Rutenya kala itu membelah dua gunung dengan cuaca kurang baik. Selama 15 menit Trisno berada di dalam awan. Visibility pun terganggu. Dia hanya menggantungkan radar dan sistem yang ada di helikopter.

Setelah 15 menit berlalu, cuaca berubah. Helikoper Bolkow pun berhasil menembus awan. Trisno kaget, ternyata dirinya sudah berada di atas laut utara Bali. Dia mengungkapkan, berada di dalam awan tidak boleh pasrah karena tidak tahu apa yang ada di sekitar. ”Makanya sebelum terbang, saya sering bicara sendiri dengan heli. Kita lancar ya,’’ ungkapnya. (omy/c6/may)

PENGALAMAN MENGAWAKI HELIKOPTER

Faktor yang membahayakan

• Cuaca buruk

• Melintasi awan tebal

• Instrumen kelistrikan mengalami gangguan

• Ada kendala pada stik kemudi

Rutinitas sebelum terbang

• Menghubungi keluarga terdekat

• Berdoa bersama dengan kru

• Berbicara dengan helikopter

• Mencium hidung helikopter


Artikel ini bersumber dari www.jawapos.com.

error: Content is protected !!