Bandingkan Kasus Cak Imin dan Mardani Maming, PBNU Minta KPK Tak Tebang Pilih: Tak Ada Alasan Beda Perlakuan

Bandingkan Kasus Cak Imin dan Mardani Maming, PBNU Minta KPK Tak Tebang Pilih: Tak Ada Alasan Beda Perlakuan

portal-rakyat.comPIKIRAN RAKYAT – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama ( PBNU ) mendukung langkah KPK untuk membuka kembali kasus pencurian uang rakyat ‘kardus durian’.

Kasus yang menyeret nama Muhaimin Iskandar alias Cak Imin itu disinggung oleh Ketua KPK Firli Bahuri dalam pernyataannya pada Kamis, 27 Oktober 2022 kemarin.

Dia mengklaim KPK akan kembali memberikan perhatian khusus terhadap kasus dugaan tindak pidana pencurian uang rakyat yang menyeret nama Cak Imin tersebut.

Terkait hal itu, Wakil Sekretaris Jenderal PBNU , Imron Rosyadi Hamid pun memberikan apresiasi.

“Pernyataan Ketua KPK RI Firli Bahuri kemarin yang akan membuka kembali kasus tindak pidana korupsi yang dikenal publik dengan Kardus Durian perlu mendapatkan apresiasi,” kata Imron Rosyadi Hamid, Jumat, 28 Oktober 2022.

Dia mengatakan pihaknya mempersilakan KPK untuk memeriksa kembali kasus-kasus lama yang menjadi perhatian publik.

Hal itu adalah karena pencurian uang rakyat merupakan kejahatan luar biasa atau extraordinary crime yang merugikan rakyat.

Lebih lanjut, Imron Rosyadi Hamid juga meminta KPK tidak tebang pilih dalam memeriksa kasus-kasus lama yang menjadi perhatian publik itu.

Apa yang dilakukan KPK terhadap kasus Tanah Bumbu yang menjerat Bendahara Umum nonaktif PBNU Mardani M. Maming, jauh lebih dulu terjadi di tahun 2011 daripada kasus Kardus Durian di 2014.

“Sehingga, tidak ada alasan bagi KPK untuk memberikan perlakuan berbeda,” ucap Imron Rosyadi Hamid.

Selain itu, PBNU juga akan mendukung KPK memberantas dan meningkatkan aksi pencegahan tindak pidana pencurian uang rakyat.

” PBNU akan selalu memberikan dukungan kepada semua penegak hukum, termasuk KPK , dalam rangka memberantas dan melakukan pencegahan terhadap kejahatan korupsi,” tutur Imron Rosyadi Hamid, dikutip Pikiran-Rakyat.com dari Antara.

Skandal kardus durian merupakan kasus dugaan pencurian uang rakyat terkait proyek Program Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (PPID) Transmigrasi.

Kasus ini menyeret Kepala Bagian Program, Evaluasi, dan Pelaporan pada Direktorat Jenderal Pembinaan Pengembangan Kawasan Transmigrasi (P2KT) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans), Dadong Irbarelawan. Saat ini, kementerian tersebut telah berganti nama.

Dadong Irbarelawan ditangkap KPK pada 25 Agustus 2011 bersama atasannya yang bernama I Nyoman Suisnaya dan seorang pengusaha bernama Dharnawati.

Dalam penangkapan itu, KPK menyita uang senilai Rp1,5 miliar dalam kardus durian dari Dhanawati yang menjadi kuasa direksi PT Alam Jaya Papua.

Di sinilah nama Muhaimin Iskandar terseret, karena berdasarkan fakta persidangan, Jaksa menyebut uang di dalam kardus durian tersebut ditujukan untuk Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi saat itu, Muhaimin Iskandar.

Menurut Jaksa, uang Rp1,5 miliar itu merupakan commitment fee agar empat kabupaten yakni Keerom, Mimika, Manokwari, dan Teluk Wondama mendapatkan alokasi PPID dari Kemenakertrans, dengan tujuan agar perusahaan Dharnawati menjadi rekanan proyek di empat kabupaten itu.

Lebih lanjut, Jaksa menuturkan setelah dana untuk empat kabupaten itu disetujui sebesar Rp73 miliar, Nyoman meminta Dharnawati menyerahkan commitment fee sebesar Rp7,3 miliar atau 10 persen dari nilai proyek.

Uang tersebut seharusnya diserahkan kepada orang dekat Cak Imin bernama Fauzi.

“Jumlahnya Rp 7,3 miliar, caranya terserah, yang penting uangnya didapat,” kata Nyoman pada saat itu.

Untuk membayar commitment fee, Dharnawati menemui Dadong guna melakukan pemindahbukuan rekening.

Setelah uang Rp1,5 miliar ditransfer, Dharnawati menyerahkan buku tabungan dan ATM ke Dadong.

“Dengan posisi saldo Rp 2 miliar yang merupakan commitment fee yang mana uang itu untuk diberikan kepada Muhaimin,” kata Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin, 12 Maret 2012 lalu.

Dalam perkara ini, Dadong divonis 3 tahun penjara dan denda Rp100 juta. Sementara, Dharnawati divonis 2,5 tahun penjara dan denda Rp100 juta.***

”Artikel ini bersumber sekaligus hak milik dari website pikiran-rakyat.com. Situs https://portal-rakyat.com adalah media online yang mengumpulkan informasi dari berbagai sumber terpercaya dan menyajikannya dalam satu portal berita online (website aggregator berita). Seluruh informasi yang ditampilkan adalah tanggung jawab penulis (sumber), situs https://portal-rakyat.com tidak mengubah sedikitpun informasi dari sumber.”

error: Content is protected !!
Exit mobile version