Kenaikan HET Beras Bisa Pacu Angka Kemiskinan

Kenaikan HET Beras Bisa Pacu Angka Kemiskinan

portal-rakyat.com – Ramadhan, pemerintah resmi menaikan Harga Eceren Tertinggi (HET) beras di tingkat konsumen sebesar 8 persen untuk beras premium dan 10 hingga 15 persen untuk beras medium dari harga sekarang, yakni Rp 9.450 per kilogram.

Selain itu, harga pembelian atas (ceiling price) atau Harga Eceren Tertinggi (HET) Gabah Kering Panen (GKP) Tingkat Petani sebesar Rp 4.550 per kilogram, GKP Tingkat Penggilingan Rp 4.650 per kilogram, Gabah Kering Giling (GKG) Tingkat Penggilingan Rp 5.700 per kilogram, dan Beras Medium di Gudang Perum Bulog Rp 9.000 per kilogram.

Penetapan HET ini mulai berlaku pada 27 Februari 2023, sampai batas waktu yang akan ditentukan kemudian.

Tak menunggu lama, harga beras terpantau melambung tinggi setelah pemerintah mengumumkan Harga Eceren Tertinggi (HET) beras baru.

Berdasarkan Informasi Pangan Jakarta, Kamis (16/3/2023), harga beras yang mengalami kenaikan, yakni beras IR.III (IR 64), beras IR 42/Pera, dan beras setra I premium.

Harga beras IR.III (IR 64) naik Rp 4.560 per kilogram menjadi Rp 15.147 per kilogram. Harga terendah beras IR.III (IR 64) ada di pasar Cempaka Putih yang dibanderol Rp 9.000 per kilogram.

Kemudian, untuk beras IR 42/Pera naik Rp 57 menjadi Rp 14.547 per kilogram.

Pasar Palmerah merupakan pasar di Jakarta yang harga beras IR 42/Pera-nya paling mahal, yaitu Rp 18.000 per kilogram dan yang paling murah ada di Pasar Senen, yakni Rp 11.000 per kilogram.

Sementara itu, beras setra I premium naik Rp 4.677 menjadi Rp 17.990 per kilogram.

Selain penetapan HET, pemerintah juga mengumumkan harga pembelian pemerintah (HPP) gabah kering panen (GKP) di tingkat petani naik menjadi Rp 5.000/Kg dari HPP semula Rp 4.200/Kg.

HPP gabah di tingkat petani Rp 5.000 per kg, jumlah tersebut masih di bawah biaya pokok produksi petani sebesar Rp 5.050.

Serikat Petani Indonesia (SPI) mengusulkan HPP Rp 5.600/Kg, karena harga pokok produksi sebesar Rp 5050. Dengan demikian, HPP Rp 5.000 masih di bawah biaya produksi (Kompas.com, 17/3/2023).

Selisih harga eceran tertinggi (HET) beras dengan HPP dinilai masih sangat senjang, apalagi untuk HET beras medium dan premium.

Dikhawatirkan jika kebijakan HPP ditetapkan, maka akan menimbulkan kerugian bagi petani, dan korporasi besar penggilingan beras akan sangat diuntungkan. Di sisi lain konsumen menanggung beban harga beras yang kian tinggi dan mahal.

Dari segi tujuannya, kebijakan HPP memang untuk menciptakan stabilisasi ekonomi nasional, melindungi tingkat pendapatan petani, stabilisasi harga beras, pengamanan cadangan beras pemerintah, dan penyaluran beras untuk keperluan yang ditetapkan oleh pemerintah.

Kebijakan HET bertujuan menjaga stabilitas dan kepastian harga beras serta keterjangkauan harga beras di tingkat konsumen melalui penetapan HET beras medium dan beras premium berdasarkan wilayah penjualan.

Esensi HET dan HPP adalah untuk memberikan insentif bagi petani padi dengan cara memberikan jaminan harga di atas harga keseimbangan (price market clearing), terutama saat panen raya.

Namun yang perlu diperhatikan oleh pemerintah adalah terkait potensi trade off antara melindungi produsen atau konsumen.

Di antara keduanya, juga terdapat pihak-pihak yang memiliki kepentingan untuk menciptakan margin keuntungan yang tinggi karena strukur pasar oligopsoni saat membeli padi dan oligopoli saat menjual beras.

Kondisi ini menimbulkan berbagai efek ikutan sehingga tujuan dari kebijakan stabilisasi harga beras menjadi tidak efektif.

Terlebih, nilai tambah pascapanen lebih banyak dinikmati oleh pedagang sehingga petani hanya menikmati 33 persen, lembaga tata niaga beras menikmati 67 persen kenaikan harga beras (Hermawan 2016).

Di samping itu, kebijakan harga melalui penyesuaian nilai HPP tak akan meningkatkan nilai tukar petani. Hal ini membuat petani padi tidak cukup memiliki insentif untuk berproduksi sehingga cenderung akan terjadi penurunan produksi beras.

Kebijakan harga beras artifisial seperti ini juga tak akan mempertahankan keterjangkauan harga beras di tingkat konsumen.

Hal ini disebabkan HET beras medium semakin tinggi sehingga mendorong harga beras medium mendekati bahkan melebihi HET beras yang baru.

Kenaikan harga beras medium juga disebabkan oleh peralihan bisnis dengan sangat mudah dari beras medium ke beras premium, karena belum adanya pengawasan yang ketat terkait klasifikasi mutu gabah dan beras.

Inilah yang dikhawatirkan bahwa penetapan HET beras yang kian tinggi akan merugikan sebagian besar rakyat Indonesia dan hanya menguntungkan segelintir pihak.

Kebijakan yang menaikkan harga beras dalam negeri di atas harga dunia cenderung meningkatkan kemiskinan.

Lebih dari separuh rumah tangga di setiap kuintil atau desil mengalami kerugian akibat kenaikan harga beras karena produksi bersih rata-rata petani cenderung selalu negatif.

Jika daya tawar petani semakin melemah dan kenaikan harga beras kian tak terkendali, bukan tidak mungkin tingkat kemiskinan semester I 2024 akan melampaui tingkat kemiskinan September 2022.

Tingkat kemiskinan bisa menyentuh 9,65-9,7 persen atau naik 0,08-0,13 persen dari tingkat kemiskinan September 2022, yakni sebesar 9,57 persen. Jika ini terjadi, maka tingkat kemiskinan ekstrem akan semakin sulit dituntaskan.

Oleh karena itu, pemerintah harus menciptakan lingkungan kebijakan yang netral di mana harga domestik beras perlu dijaga mendekati tingkat harga dunia dalam jangka panjang.

Hal ini akan memberikan sinyal harga yang tepat kepada petani tentang alokasi sumber daya untuk produksi beras, sambil memastikan bahwa mayoritas penduduk, termasuk sebagian besar penduduk miskin, tidak dirugikan oleh harga beras artifisial yang tak sesuai dengan mekanisme pasar.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link , kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

error: Content is protected !!