Dolar AS Jeblok, Rupiah & Mata Uang Asia ‘Pesta Pora’

Dolar AS Jeblok, Rupiah & Mata Uang Asia ‘Pesta Pora’

portal-rakyat.comJakarta, CNBC IndonesiaMata Uang Garuda ditutup melesat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (21/3/2023).Melansir data Refinitiv, rupiah ditutup di posisi Rp 15.340/US$, menguat 0,1%.

Penguatan tersebut memutus catatan buruk kemarin di mana mata uang Garuda melemah 0,1%. Pasar keuangan tutup 2 hari sejak tanggal 22-23 Maret dalam rangka Hari Suci Nyepi Tahun Baru Saka 1945.

Bank Indonesia (BI) mengungkapkan bahwa rupiah berhasil menguat pada perdagangan Selasa lalu ditopang oleh permintaan yang pulih dari pasar domestik.

Dalam catatan CNBC Indonesia, Edi Susanto, Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, mengatakan bahwa rupiah bergerak masih dalam koridor terkendali. Bahkan, penguatan rupiah lebih baik dari baht Thailand dan rupee India.

“Sampai detik ini, rupiah masih mengalami sedikit penguatan, memang penguatannya lebih kecil dibandingkan PHP (peso) dan MYR (ringgit), tapi lebih baik dibandingkan Indian Rupee dan THB (baht), dimana keduanya malah mengalami pelemahan saat ini,” papar Edi kepada CNBC Indonesia, Selasa (21/3/2023).

Artinya, di tengah masih adanya ketidakpastian sentimen global dan adanya genuine demand di pasar domestik, rupiah bergerak masih dalam koridor terkendali.

Berdasarkan data Refinitiv, rupiah tercatat menguat 0,55% ke Rp 15.360/US$. Tidak hanya rupiah, semua mata uang utama Asia mampu menguat melawan dolar AS. Rupiah menjadi yang terbaik ketiga, di bawah won Korea Selatan dan Ringgit Malaysia.

Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia hingga pukul 14:50 WIB.

Indeks dolar AS pada Rabu (23/3/2023) terpantau merosot lebih 0,19% ke 102,35, setelah The Fed menaikkan suku bunga. Pelemahan indeks yang mengukur kekuatan dolar AS ini berlanjut terkoreksi 0,22% sore ini.

The Fed tetap menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis points (bps) menjadi 4,75-5,0%, Rabu waktu AS atau Kamis dini hari waktu Indonesia. Meski tetap menaikkan suku bunga, tetapi kenaikan ini sudah sesuai dengan prediksi pasar berdasarkan alat CME FedWatch.

Parahnya, kenaikan suku bunga The Fed ini terjadi di tengah krisis perbankan AS yang mengguncang dunia.Keputusan The Fed tersebut menegaskan jika inflasi tetap menjadi pertimbangan utama The Fed.

Jerome Powell mengatakan rapat Federal Open Market Committee (FOMC) mempertimbangkan untuk menahan kenaikan suku bunga karena adanya krisis perbankan.

Namun, rapat tetap memutuskan kenaikan karena inflasi masih kencang dan pasar tenaga kerja masih panas.

Sepertinya penurunan inflasi bagi The Fed begitu penting apalagi tujuanya untuk mencapai target 2%. Inflasi AS sebenarnya sudah melandai ke 6% (year-on-year/yoy) pada Februari 2023, dari 6,4% (yoy) pada Januari 2023. Namun, masih jauh di atas target The Fed di kisaran 2%.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

error: Content is protected !!