Plt Bupati Mimika Ajukan Judicial Review Soal Praperadilan dan Wewenang Jaksa

Plt Bupati Mimika Ajukan Judicial Review Soal Praperadilan dan Wewenang Jaksa

Senin, 6 Maret 2023 – 19:49 WIB

VIVA Nasional – Plt. Bupati Kabupaten Mimika, Johannes Rettob melalui kuasa hukumnya mengajukan uji materi atau Judicial Review mengenai dua ketentuan hukum ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada hari ini, Senin 6 Maret 2023. Kedua aturan yang diuji materi ke MK adalah Pasal 30 ayat (1) huruf d Undang-Undang (UU) Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia dan Pasal 82 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Pemohon menguji Pasal 82 ayat (1) KUHAP yang mengatur gugurnya permintaan praperadilan dikarenakan perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan. Kuasa hukum pemohon, Jansen Sihaloho mengatakan pengajuan Judicial Review Pasal 82 KUHAP dilakukan agar pihak MK bisa memberikan tafsir terkait ketentuan tersebut.

“Kita ajukan ke Mahkamah Konstitusi, kita minta tafsir bahwa yang ditangguhkan adalah perkara pokoknya, tapi putusan pra peradilannya itu tetap lanjut sampai putusan akhir, Karena apa, itu tadi yang kita sampaikan, itu kan waktunya juga pendek cuma 7 hari. Artinya kan kita cuma meminta supaya Jaksa atau polisi itu menunggu 7 hari,” ujar Jansen dalam keterangannya di temui awak media di Cikini Jakarta Pusat Senin 6 Maret 2023.

Kuasa Hukum lainnya, M Yasin Djamaluddin mengungkapkan bahwa beberapa waktu lalu Plt. Bupati Kabupaten Mimika, Johannes Rettob mengajukan Praperadilan untuk menguji prosedur penetapan tersangkanya telah sesuai atau tidak. 

Namun hak tersangka untuk mengajukan Praperadilan dikebiri oleh Kejaksaan Tinggi Papua dengan mengajukan berkas perkara yang belum selesai ke Pengadilan, dengan maksud agar permohonan Praperadilan digugurkan Pengadilan.

M Yasin Djamaluddin menjelaskan, setelah mengetahui adanya Praperadilan tersebut, walaupun proses penyidikan belum selesai, yaitu belum ada pemeriksaan saksi dan ahli meringankan, penyidik Kejaksaan Tinggi Papua langsung melimpahkan berkas perkara ke Penuntut Umum dan selanjutnya langsung dilimpahkan ke Pengadilan agar permohonan Praperadilan tersebut digugurkan sehingga Kejaksaan Tinggi Papua selamat dari proses penetapan tersangka tanpa bukti permulaan yang cukup.

Halaman Selanjutnya

“Johannes Rettob dan Silvi Herawaty telah menjadi korban kesewenangan-wenangan Kejaksaan Tinggi Papua dengan keberadaan Pasal tersebut. Itu sangat merugikan dan menghilangkan hak tersangka untuk menguji proses penetapan  tersangka yang benar, sesuai dengan asas due process of law,” kata M Yasin Djamaluddin.

img_title


Artikel ini bersumber dari www.viva.co.id.

error: Content is protected !!