Mengkhawatirkan Dampak Kenaikan Suku Bunga Acuan

Mengkhawatirkan Dampak Kenaikan Suku Bunga Acuan

BANK Indonesia (BI) menaikkan BI 7-day reverse repo rate (BI7DRR) 25 basis point (bps) menjadi 5,75 persen. Pelaku usaha pada prinsipnya sudah memprediksi bahwa suku bunga acuan sepanjang tahun ini masih terus naik.

Itu dilakukan untuk mengendalikan inflasi yang masih terus tinggi di atas rata-rata dan menjaga stabilitas makroekonomi nasional secara keseluruhan.

Kenaikan suku bunga acuan sebesar 25 bps tidak mengagetkan. Namun, pada saat yang sama, kami khawatir dampak akumulatifnya terhadap pertumbuhan ekonomi tahun ini. Dampaknya terhadap pelaku usaha sudah pasti ada di sisi affordabilitas kredit usaha yang berimplikasi pada beban kredit, kecukupan cash flow, dan daya saing usaha di pasar.

Meski kenaikan 25 bps bisa dikatakan tidak besar, kalau diperhatikan data historisnya sejak Juli 2022, kenaikan suku bunga acuan sudah mencapai 2,25 persen. Sementara, inflasi masih di level 5,5 persen. Selain menambah beban secara gradual terhadap cost usaha dan daya beli masyarakat, ini berarti masih ada kemungkinan suku bunga akan terus dinaikkan hingga kembali ke level ’’normal” di kisaran 3 persen.

Hingga angka tersebut tercapai, dikhawatirkan ekspansi usaha dan investasi akan terus terkekang sehingga tidak maksimal mendukung produktivitas usaha dan pertumbuhan ekonomi. Saat ini pun beberapa sektor seperti properti sudah terkena imbas suku bunga tinggi.

Karena itu, kami harap pemerintah bisa memberikan stimulus lain untuk mengimbangi dampak negatif kebijakan moneter ini terhadap pertumbuhan usaha dan ekonomi nasional. Bukan hanya di sisi konsumsi (seperti bansos). Tapi juga di sisi suplai dan pelaku usaha agar ekspansi usaha serta produktivitas ekonomi tetap terpacu meski terjadi pengetatan moneter.

Apabila dilihat dari berbagai parameter ekonomi, pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun ini akan lebih banyak digerakkan oleh sektor industri primer yang meliputi pertambangan, pertanian, dan perikanan. Sebagian sektor jasa juga diperkirakan akan mengalami pertumbuhan positif, khususnya transportasi dan pariwisata. Sektor-sektor tersebut diuntungkan karena normalisasi penuh terhadap mobilitas masyarakat di dalam dan luar negeri.

Appetite investasi pada tahun ini masih cukup baik dan berpotensi tumbuh secara moderat. Sebab, Indonesia memiliki fundamental ekonomi yang secara komparatif cukup stabil dan cukup mumpuni untuk mendukung pertumbuhan investasi. Dalam hal ini, kami mengapresiasi pemerintah yang terus berupaya mempertahankan stabilitas makro dan konsisten mengupayakan reformasi struktural untuk mendongkrak daya saing iklim investasi nasional.

Tidak dapat dimungkiri, investor terutama asing cenderung khawatir terhadap perubahan-perubahan kebijakan nasional yang bersifat populis atau bertujuan menggerakkan suara masyarakat terhadap pilihan politik tertentu. Maka dari itu, kami menilai, kebijakan populis atau perubahan kebijakan yang tidak didukung dengan justifikasi, data empiris, dan konsultasi publik yang baik harus dihindari sepanjang tahun ini agar arus investasi masuk tetap terjaga.

*) SHINTA WIDJAJA KAMDANI, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo)

**) Disarikan dari wawancara dengan Agfi Sagittian


Artikel ini bersumber dari www.jawapos.com.

error: Content is protected !!
Exit mobile version