Jitunews.com – Kekerasan Menjelang Tahun Politik

Jitunews.com – Kekerasan Menjelang Tahun Politik

Pemilu merupakan prosedur demokrasi yang seharusnya berjalan secara wajar, damai dan menggembirakan

Tahun politik sudah mendekat. Tinggal beberapa bulan kedepan perhelatan politik pesta politik dalam bentuk Pemilu serentak akan diselenggarakan. Pemilu merupakan prosedur demokrasi yang seharusnya berjalan secara wajar, damai dan menggembirakan. Sebagai media kontestasi secar fair, figure yang g menangkan bisa melanjutkan mengambil jabatan politik dan memenuhi janji politiknya, sementara yang kalah tetap rela (legowo). Jadi Pemilu itu sebagai wadah agar para kontestan berkompetisi secara fair, jujur, adil dan nir-kekerasan. Namun demikian sering para kontestan, pendukung kontestan dipenuhi ambisi atau emosi yang mengalahkan akal sehat dan tidak mengindahkan peraturan-peraturan atau hukum. Mereka mau menang sendiri, memaksakan kehendak atau bahkan jika merasa inferior, tidak setuju, mereka akan menggagalkan Pemilu. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan kekerasan, konflik, huru hara, dan bisa juga adu domba

Kekerasan Menjelang Pemilu

Beberapa hari belakangan ini masayarakat disuguhi dengan berbagai aksi kekerasan dan insident yang terjadi di beberapa daerah. Insiden itu terjadi di tempat-tempat yang menjadi perhatian public. Pada tanggal 2 Mei 2023 terjadi momen kekerasan dalam bentuk penyerangan bersenjata ke kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) pusat di Jakarta. Penyerangan ke kantor MUI menggunnakan jenis sejata air soft gun yang dilakukan oleh Muthofa, seorang pelaku yang aneh, karena mengaku sebagai wakil nabi dan pernah melakukanpengruakan ke kantor DPRD lampung. Motif penyerangan juga belum diketahui secara pasti. Pelaku penyerangan yang itu akhirnya meninggal dunia secara aneh itu melukai petugas keamanan MUI. Pada hari dan tanggal yang sama, sekelompok oknum yang tak dikenal juga melakukan penyerangan kepada kantor Pengurus Cabang NU (PCNU) Pagarnusa Lamongan, Jawa Timur. Oknum yang juga tidak dikenali identitasnya dan motivasinya itu melakukan pengrusakan terhadap papan namau PCNU, Pagarnusa Lamongan Jawa –Timur. Saksi mata menyebutkan bahwa sebelum terjadinya perusakan PCNU Lamongan disatroni oleh sekelompok oknum yang melakukan konvoi naik motor tanpa pelat nomor. Konvoi itu melintas di depan kantor PCNU. Dua di antara sejumlah oknum itu turun dari motor lalu berjalan ke arah kantor PCNU Lamongan. Kejadina ketiga yang mengundang perhatian public adalah terjadinya kebakaran di panggung side event KTT Asean Summit Waterfront City Labuan Bajo pada tanggal 4 Mei -2023 atau 2 hari setakah terjadinya penyerangan di MUI dan di kantor PCNU Lamongan. Versi panitia menyebutkan bahwa kebakaran tempat yang strategis dan menjadi perhatian public itu karena percikan Las yang membakar material panas akibat.

Soal Duet Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming, Jokowi Minta Berpikir Logis

Fenomena Biasa Atau Motif Politik?

Mungkin berbagai insiden keamanan dan terkait keselamatan itu sebagai sebuah fenomena biasa. Misalnya serangan terhadap kantor MUI dan PCNU dilakukan oleh seseorang yang mempunyai masalah kejiwaan atau dendam. Sementara itu insiden kebakaran di side event KTT Asean merupakan kecelakaan keselamatan biasa, sebagaimana insiden lainnya. Namun demikian public juga tidak bisa dilarang untuk mempunyai persepsi dan pendapat terkait dengan berbagai kejadian tersebut. Publik bertanya mengapa penyerangan di lakukan di sebuah kantor dari organisasi pemimpin dan panutan Islam (ulama) yang mempunyai pengaruh terhadap seluruh umat Islam di Indonesia. ? Apkah serangan terhadap MUI sebagai sebuah pekerjaan biasa yang dilakukan oleh orang yang ”mempunyai persoalan dengan kejiwaan” atau tindakan itu merupakan provokasi untuk membuat marah umat Islam karena simbo-simbol panutan mereka yaitu para ulama diserang. Apakah pengrusakan papan di PCNU Lamongan Jatim merupakan persoalan kriminal biasa yang dilakukan oleh sekelompok orsng yang mempunyai masalah dengan saudara kita Nahdliyin di Lamongan atau ada motif mengadu domba dengan para Nahdliyin yang simbol (papan namanya) dirusak. Pertanyaan lain bisa dilanjutkan apakah kebakaran kebakaran di site event KTT Asean di Labuan Bajo semata-mata keteledoran panitia atau merupakan kesengajaan untuk memberi kesan kepada Publik atau bahkan komunitas ASEAN tentang ketidak profesionalan dan situasi yang kurang aman? Atau diarahkan kepada pemimpin penyelenggara even yang juga getol “main politik”?

Mengambil Hikmah dari Inisden di MUI dan PCNU Lamongan

Kita tidak sedang berandai-andai atau memanasi situasi terutama memasuki tahun politik. Namun demikian siapapun tidak bisa mencegah masayarakat untuk beropini, menganalisa dan berpendapat. Dalam negara demokrasi kebebasan berekspresi beropini menganalisa dijamin oleh undang-undang. Dalam sebuah analisa, public mengkaitkan antara satu kejadian dengan kejadian lain dan event lain. Idealnya kehidupan berbangsa kita, terutama menjelang pesta demokrasi, berjalan dalam suasana yang aman, damai, sejuk dan menggembirakan. Semua pihak, para kontestan, tim sukses, pendukung dari para kontestan di pemilihan legislative maupun eksekutif (Walikota, Bupati, Gubernur hingga presiden) harus bersama-sama berusaha mewujudkan suasana yang damai, dan sejuk tersebut. Jika dalam kontestasi ada hal-hal yang tidak berkenan, dianggap melanggar hukum. Maka sudah seharusnya diselesaikan secara hukum, dan diserahkan kepada aparat hukum, tidak ditangani sendiri dengan cara main hakim sendiri dalam berbagai bentukya bahkan dengan cara-cara kekerasan. Kita mengapresiasi Majelis Ulama Indonesia dan kawan-kawan warga Nahdliyin Lamongan Jatim yang menyerahkan insiden-insiden itu kepada aparat penegak hukum. Dalam Insiden di MUI dan PCNU, setidaknya dapat diambil dua hikmah. Pertama, umat Islam , warga nahdliyin sudah terlalu dewasa dalam melihat fenomena semacam ini yang terus berulang dari waktu, kewaktu. Mereka tidak terlalu mempermasalahkan apakah insiden-insiden itu merupakan kejadian kriminal biasa atau ada motif-motif politik di belakangnya misalanya menyerang figur atau kelompok tertentu, untuk menciptakan kekacau, chaos atau konflik. Prngurus MUI dan teman-teman PCNU telah menyerahkan insiden tersebut ke aparat penegak hukum.

Kedua, insiden MUI dan PCNU Lamongan juga bisa menjadi semacam peringatan atau “reminder” kepada siapapun atau pihak manapun, jika ada, yang mungkin mempunyai niat jahat dengan melakukan tindakan kekerasan untuk tujuan provokasi atau adu domba. Kejadian di MUI dan PCNU Lamongan dan kejadian-kejadian penyerangan kepada ulama seperti Syech Jabir, terbukti tidak mampu atau berhasil memprovokasi, mengadu domba umat yang sudah cerdas memahami fenomena-fenomena tersebut. Umat sudah mempunyai resep atau solusi dari kejadian-kejadian tersebut dan kemungkinan terjadinya provokasi tersebut, yaitu dengan menyerahkan kasus tersebut kepada pihak penegak hukum, sembari mengevaluasi sistem keamanan internalnya sehingga bisa mengantisipasi kemungkin berulangnya kejadian tersebut. Semua pihak harus mempunyai hati dan kepala yang dingin dalam mengawal Pemilu yang akan diselenggarakan kira-kira satu tahun kedepan agar proses demokrasi tersebut mengasilkan pemimpin yang berkualitas dan dapat memenuhi aspirasi masyarakat yang memilihnya.

Penulis: Dr. Sri Yunanto
(Dosen Magister Ilmu Politik/ MIPOL , FISIP, Universitas Muhammadiyah Jakarta)

Akan Umumkan Cawapres pada Juli Nanti, Anies Baswedan: Prosesnya Masih Berjalan


Artikel ini bersumber dari www.jitunews.com.

error: Content is protected !!