Bukan Hura-Hura, tapi Mengambil Berkah

Bukan Hura-Hura, tapi Mengambil Berkah

DARI muktamar fikih peradaban hingga beragam acara seni dan kebudayaan, peringatan 1 Abad NU akan menjadi momen yang patut dikenang. Menjelang pemilu, NU juga menegaskan menolak politik identitas. Berikut rangkuman wawancara Jawa Pos dengan Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf di kampus UIII Depok (30/1) dan di beberapa kesempatan lain.

Di antara rangkaian acara 1 Abad NU adalah Muktamar Internasional Fikih Peradaban. Bisa diceritakan soal acara itu?

Muktamar ulama ini akan kita jadikan agenda tahunan. Untuk itu, kita sebut muktamar internasional pertama tentang fikih peradaban.

Apa yang ingin dihasilkan dari muktamar ini?

Kami memilih topik tentang Piagam PBB. Jadi, mengkaji Piagam PBB di mata syariat. Hasilnya nanti kita bawa ke forum yang lebih luas. Selain itu, hasilnya nanti kita sampaikan ke Sekjen PBB. Kita minta dalam Sidang Umum PBB pada bulan September mendatang hasil kajian Piagam PBB di mata syariat diangkat jadi topik pembahasan.

Banyak acara seni dan kebudayaan saat puncak resepsi 1 Abad NU. Ada pesan khusus yang ingin disampaikan?

Baru pertama NU membuat acara tampilan seni modern secara cukup besar skalanya. Kita harapkan ke depan nilai Islam aswaja harus bisa dihadirkan ke masyarakat lewat kendaraan seni modern juga. Supaya tidak jadi buntut atau mengekor. Tapi, berkembang seni kreasi budaya modern membawa nilai-nilai NU.

Satu hal yang ingin saya imbau kepada warga NU dan masyarakat yang hadir. Acara kita ini bukannya ingin berhura-hura. Tapi, ingin mengambil berkah NU. Juga menjadikan momen harlah sebagai momen yang patut dikenang. Semoga ini jadi cerita yang bisa dituturkan sampai generasi berikutnya. Sampai abad kedua usia NU.

Saat ini sudah mulai masuk tahun politik. Khususnya menjelang Pilpres 2024. Sikap PBNU?

Saya sampaikan tidak akan ada calon presiden dan wakil presiden atas nama NU. Karena NU tidak boleh diperalat sebagai senjata politik untuk mengumpulkan dukungan. Tidak boleh ada orang yang berusaha menutupi kekurangannya hanya dengan mengklaim NU sebagai basisnya. Semua harus berdasar pada kapasitas masing-masing.

Kalau ada yang mendekati NU untuk kepentingan itu?

Yang kita tanya kredibilitas, kapasitasnya. Kita lihat track record-nya. Apakah yang ditawarkan masuk akal. Dan kita lihat apakah track record-nya ideal dan terbukti untuk melaksanakan apa yang dia tawarkan nanti.

Berarti akan mendukung kalau ada yang mendekati NU?

Ya, dukungan tapi tidak atas nama lembaga. NU sebagai organisasi, sebagai institusi, tidak boleh digunakan untuk dukung-mendukung dan kegiatan politik apa pun.

Di tahun politik ada kekhawatiran muncul politik identitas. Bagaimana tanggapannya?

Kami menolak politik identitas. Kami menolak dijadikannya identitas apa pun, termasuk identitas Islam, identitas agama, termasuk identitas NU, untuk menggalang dukungan. Siapa pun yang hendak maju, yang hendak menawarkan diri sebagai calon apa pun, hendaknya didasarkan pada prestasinya, kredibilitasnya sendiri, track record-nya sendiri. Tidak didasarkan pada klaim-klaim identitas.


Artikel ini bersumber dari www.jawapos.com.

error: Content is protected !!