Belajar dari Diaspora Kuliner Tionghoa

Belajar dari Diaspora Kuliner Tionghoa

IMLEK adalah momen tepat untuk merefleksikan pengaruh ketionghoaan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satunya melalui kuliner. Boleh dibilang, kuliner Tionghoa memiliki jejak diaspora yang luas di dunia. Di berbagai belahan benua, pengaruhnya di mana pun ada dan telah menyatu di lingkungan kaum peranakan Tionghoa yang dari generasi ke generasi berbaur dengan masyarakat setempat. Hal itu juga terbukti dari berbagai makanan kaum peranakan Tionghoa yang telah dikenal di Indonesia. Mulai mi, nasi goreng, bubur, tahu, bakso, bakmi, bakpao, hingga siomay dan masih banyak lagi.

Tidak heran jika Denys Lombard dalam jilid 2 buku Nusa Jawa (Jaringan Asia)-nya menyebutkan bahwa budaya Tionghoa memiliki sumbangsih pengaruh terbesar di Indonesia. Selain banyak serapan kosakata Tionghoa dalam bahasa Indonesia, jejak pengaruhnya dalam budaya kuliner (mulai bahan makanan, alat masak, seni memasak, hingga makanan) sangat lazim dan mudah ditemukan di ruang domestik maupun publik.

Itu menandakan bahwa sekalipun orang Tionghoa telah berbaur, melalui tradisi kulinernya, mereka masih mampu menjaga ikatan identitas dengan negeri leluhurnya. Hal tersebut dinyatakan oleh Ian Ang dalam artikelnya ”To Be or Not to Be Chinese: Diaspora, Culture and Postmodern Ethnicity” (1993) bahwa di kalangan orang Tionghoa ada peribahasa yang berbunyi: ”tidak ada leluhur, maka tidak ada identitas”. Itulah alasan sejauh mana dan ke mana pun orang Tionghoa berdiaspora, tradisi leluhurnya akan selalu dijunjung. Dan salah satu pengikat mereka dengan zuguó-nya (negeri leluhur) adalah tradisi kuliner.

Sumbangsih Pangan dan Kuliner

Salah satu warisan dari awal diaspora orang Tionghoa ke Nusantara adalah ketika mereka membawa berbagai bahan makanan mulai bawang putih hingga kedelai. Selain itu, budi daya pertanian seperti beras, kacang tanah, dan tebu telah sejak lampau diolah menjadi aneka jenis kuliner melalui ragam teknologi pengolahan oleh orang Tionghoa.

Salah satu bukti tertua teknologi pengolahan makanan yang dibawa orang Tionghoa ke Jawa adalah prasasti Watukura dari Jawa Timur (bertarikh 824 Ç/902 M). Prasasti itu menyebut kata tahu sebagai salah satu jenis olahan kedelai saat itu. Tahu dikatakan arkeolog Antoinette M. Barrett Jones (1984) merujuk pada pengaruh Tionghoa. Kata tahu dalam prasasti tersebut mungkin diserap dari bahasa Hokkian atau dialek selatan (Hainan), tau-hu. Itu berarti budi daya dan pengolahan kacang kedelai di Jawa pada abad ke-10 Masehi telah dimanfaatkan menjadi produk tahu sampai sekarang.

Jan Hooyman dalam laporannya yang diterbitkan Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (Perhimpunan Seni dan Pengetahuan Batavia) pada akhir abad ke-18 mencatat, sekitar 1.200 sampai 1.300 orang Tionghoa tiap tahun diangkut dalam jung-jung datang berdagang ke Batavia. Ketekunan dan tenaga mereka begitu penting dimanfaatkan oleh VOC untuk mengerjakan lahan pertanian.

Semua itu dilakukan setelah tahun 1741 ketika Gubernur Jenderal Van Imhoff menyerahkan pengolahan tanah kepada orang Tionghoa. Hasilnya, sebagaimana dicatat Hooyman, tanaman tebu dan kacang tanah bisa tumbuh subur di pinggiran Batavia. Melihat etos kerja orang Tionghoa ini, Hooyman mengimbau agar orang-orang Belanda dapat belajar mengolah lahan pertanian dari keuletan mereka.

Tanaman pangan yang dibudidayakan di berbagai perkebunan (di Jawa, Sumatera, dan Kalimantan) oleh pekebun peranakan berimbas pada penamaan oleh orang-orang pribumi agar mudah diingat. Caranya dengan memberi akhiran kata: ”cina”. Semisal adas cina, buluh cina, gadung cina, kacang cina, lada cina, pacar cina, dan ubi cina. Di samping itu, berbagai jenis tanaman yang penamaannya sangat beraroma Tionghoa seperti kucai, lokio, lobak, pecai, caisim, kailan, lengkeng, lici, hingga cincau dapat diterima oleh orang-orang pribumi sebagai komoditas pangan lokal yang dibutuhkan dan dijual di pasar-pasar.

Selain memberikan pengaruh dalam sektor pangan dan kuliner, pada masa awal gelombang migrasinya ke Nusantara, orang-orang Tionghoa sangat adaptif terhadap budaya kuliner lokal. Salah satunya dapat dibuktikan dari penerimaan mereka terhadap dodol, kudapan manis dari bahan ketan, gula merah, dan santan yang merupakan ciri khas produk kuliner Nusantara (seperti di Jawa, Sumatera, dan Kalimantan).

Lombard menyatakan, penerimaan orang Tionghoa terhadap dodol mungkin tidak bisa dipisahkan dari peran dan jasa para tukang kue Tionghoa pada masa lalu. Mereka tidak hanya banyak menyumbang variasi kudapan Tionghoa (seperti pia, cakwe, kue lapis legit, kue ku, kue mangkok, dan onde-onde) untuk masyarakat lokal di sekitarnya. Tapi juga menyumbangkan kata ”kue” itu sendiri ke dalam kosakata Indonesia yang notabene diserap dari kosakata ge (Hokkian) dan guo (Mandarin).

Pengaruh dari para perajin kue Tionghoa berhasil memadukan secara harmonis juadah seperti dodol yang lazim dibuat dengan cara dikukus dan kemudian dibungkus menggunakan daun pisang. Inilah sebab mengapa dodol kemudian masuk menjadi bagian dari salah satu makanan khas Imlek di Indonesia.

Keharmonisan, Keuletan, dan Ikatan Identitas

Dari hasil menilik perjalanan pengaruh Tionghoa dalam ranah pangan dan kuliner, dapat disimpulkan, perpaduan yang dulu telah terjalin merupakan kunci dari keharmonisan antara kaum peranakan Tionghoa dan masyarakat Indonesia dari berbagai suku bangsa. Di samping keuletan sebagai etos hidupnya, ikatan kuat dengan negeri leluhurnya juga menjadi kunci mengapa kuliner Tionghoa memiliki pengaruh luas seiring jejak diaspora orang-orang Tionghoa ke berbagai belahan dunia.

Ini dapat menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah Indonesia yang sekarang berambisi memperluas jaringan restoran Indonesia di mancanegara. Mungkin kuliner Indonesia dapat diterima secara luas di luar negeri ketika keharmonisan, keuletan, dan ikatan identitas para diaspora Indonesia dengan tanah airnya terjalin kuat seperti halnya jejak diaspora orang-orang Tionghoa. (*)


*) FADLY RAHMAN, Dosen Departemen Sejarah & Filologi Universitas Padjadjaran


Artikel ini bersumber dari www.jawapos.com.

error: Content is protected !!