Batik, ’’Obat’’ Lelah Prof Thalca Hamid di Tengah Padatnya Aktivitas

Batik, ’’Obat’’ Lelah Prof Thalca Hamid di Tengah Padatnya Aktivitas

Kecintaan Prof Thalca Hamid drg MHPed PhD SpOrt (K) pada batik begitu besar. Pilihannya dulu ketika mengambil spesialis ortodonti tak jauh dari minatnya pada seni. Merawat ratusan kain batik menjadi aktivitas yang membahagiakan buatnya.

WAJAHNYA begitu semringah tatkala membongkar kotak berisi tumpukan kain batik. Dengan bangga, dia menunjukkan koleksi pribadinya. Semuanya terbungkus rapi dalam plastik bening. ’’Di galeri atas masih banyak. Lebih dari seratus. Totalnya sekitar lima ratus, ada sepertinya,’’ ujar Prof Thalca saat ditemui di kediamannya, kawasan Surabaya Timur, pada Kamis (5/1).

Batik dari berbagai daerah di Indonesia hampir semua dia punya. Khususnya batik dari Jawa Timur dan Jawa Tengah. Semuanya batik tulis. Ada batik lasem, batik motif gringsing, batik Go Tik Swan, hingga batik-batik kuno peninggalan sang ibu yang usianya sudah 100 tahun.

’’Saya masih ingat, waktu itu ibu pakai ini. Ibu sering pakai kain dan kebaya. Saya mulai mengoleksi ini setelah ibu meninggal,’’ ungkap anggota Komunitas Batik Surabaya (KIBAS) tersebut. ’’Batik itu indah sekali, hasil karya yang luar biasa,’’ imbuh dosen Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) Unair itu.

Prof Thalca menuturkan, dirinya sempat tertarik masuk sekolah seni rupa, bahkan mendaftar di jurusan arsitek. Namun, nasib berkata lain. Pilihannya jatuh pada bidang kedokteran gigi. Thalca mengambil spesialis ortodonti yang fokus mempelajari estetika posisi gigi, rahang, dan wajah. Tak jauh dari minatnya pada seni. Darah seni itu kemudian menurun pada anak pertamanya yang kini menjadi seniman di Jakarta.

Prof Thalca kembali memilah-milah koleksi batiknya. Hampir setiap batik menyimpan cerita tersendiri. Salah satunya batik pekalongan berumur 90 tahun yang sering dipinjam untuk pameran. Selain itu, dia menunjukkan koleksi lainnya. ”Kalau ini, aslinya batik slobog. Motif ini kalau di Jawa, sebenarnya hanya dipakai untuk melayat. Orang Jawa yang tahu, tidak akan memakai batik slobog buat main ke rumah teman, tapi sekarang pakem-pakem itu sudah banyak luntur,’’ jelasnya.

Di acara tertentu, dia akan mengenakan koleksinya. Saat mengajar pun, dia kerap memakai batik. Mengoleksi batik menjadi obat tersendiri baginya. Di kala lelah dengan padatnya jadwal mengajar, Prof Thalca akan memandangi koleksi yang memenuhi galerinya itu. ’’Kalau saya lagi pusing, saya buka itu (kain-kain batik, Red) terus dilihatin. Nggak usah minum obat udah sembuh,’’ ungkapnya.

Kesibukan ibu dari dua orang anak tersebut seolah-olah tak ada habisnya. Di usia yang mau menginjak 70 tahun, dia masih mengajar penuh waktu. Di luar kampus, Prof Thalca bergabung dengan Indonesian Bioethical Forum (IBF). Di sana, dia mengikuti banyak diskusi terkait etika. Anggota Ikatan Keahlian Ilmiah serta Kolegium Ortodonti itu juga aktif di Lansia Sejahtera Surabaya (LSS).

’’Saya termasuk salah satu pendirinya bersama enam teman. Di LSS itu, kami mendidik, ya. Karena lansia di Indonesia semakin lama bertambah banyak, sedangkan masyarakat kurang mengerti bagaimana merawat lansia,” terangnya.

Penghobi kuliner dan tanaman itu juga masih ikut serta ketika KIBAS mengadakan tur ke sentra batik. Di antaranya, Tanjung Bumi, Pamekasan, Jogja, dan Wonogiri. ’’Para perajin batik kalau bukan kita penghobi batik yang beli, siapa lagi? Ikut membantu memajukan UMKM lah,’’ lanjutnya.

Salah seorang kawannya yang juga pembatik pernah berkunjung ke rumah Prof Thalca untuk mengajaknya membatik. Menurut dia, membatik itu sulit sekali. Karena itu juga, dia sangat mengapresiasi warisan budaya tersebut. ’’Membatik dari pukul 09.00 sampai pukul 15.00 cuma berhasil jadi lap, haha. Tapi, paling tidak saya tahu tahap-tahapnya,” ucapnya.

Tidak ada istilah ”santai” di kamusnya. Saat senggang, Prof Thalca akan mengisi seminar terkait kesehatan gigi. Namun, kini dia mulai mengurangi kesibukannya. Dulu, di kepala enam pun, dia masih sering terbang ke luar negeri untuk mengikuti konferensi internasional. ’’Pernah dari Sidney ke Brisbane, balik Indonesia, empat hari kemudian harus presentasi ke Korea. Itu umur 65 tahun, nggak dirasain capeknya, akhirnya drop,” bebernya.

Semenjak pandemi, dia memutuskan berhenti praktik dokter gigi. Begitu pun dengan olahraga yang dulu sering dilakukan seperti gimnastik, bersepeda, dan jalan kaki. ’’Sekarang lebih banyak jalan-jalan, balik ngajar diselingi kulineran dulu. Kalau kesepian main piano. Saya belajar piano dari SD,” ucapnya.

LANSIA TETAP PERLU MENJAGA KESEHATAN GIGI

– Rajin gosok gigi sehabis makan.

– Pilih bulu sikat yang lembut agar gusi tidak iritasi.

– Kurangi konsumsi makanan dan minuman yang terlalu panas, terlalu dingin, dan terlalu manis.

– Kontrol ke dokter gigi setiap enam bulan. Jika gigi sensitif, kontrol tiga bulan sekali.

Prof Thalca Hamid dan koleksi batiknya. (Puguh Sujiatmiko/Jawa Pos)


Artikel ini bersumber dari www.jawapos.com.

error: Content is protected !!